Foto: Kericuhan demo di depan Gedung DPR Jakarta saat polisi bentrok dengan demonstran

Pada akhir Agustus 2025, Indonesia diguncang gelombang demonstrasi besar-besaran yang berawal dari kebijakan kontroversial DPR mengenai tunjangan rumah anggota legislatif. Kebijakan ini dianggap menyakiti hati rakyat, sebab diputuskan di tengah kondisi ekonomi sulit, di mana harga kebutuhan pokok melonjak, angka pengangguran tinggi, dan daya beli masyarakat melemah.

Puncak kemarahan rakyat terjadi ketika seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob saat demo berlangsung. Kejadian itu langsung menyulut emosi massa karena dianggap sebagai simbol betapa rakyat kecil selalu menjadi korban dalam ketidakadilan sosial dan politik di negeri ini. Dari situ, aksi demo meluas ke berbagai kota, melibatkan mahasiswa, buruh, pelajar, hingga masyarakat umum.


Tuntutan Demonstran kepada DPR

Gelombang demonstrasi tersebut membawa sejumlah tuntutan yang disuarakan serentak oleh massa. Beberapa poin utama tuntutan demonstran adalah:

  1. Cabut tunjangan dan fasilitas mewah DPR
    Demonstran menolak keras tunjangan rumah mewah dan berbagai fasilitas lain untuk anggota DPR. Menurut mereka, di tengah rakyat berjuang memenuhi kebutuhan hidup, DPR justru memanjakan diri dengan anggaran besar.
  2. Turunkan gaji dan anggaran DPR
    Gaji dan anggaran DPR dinilai terlalu besar dibanding kinerja nyata yang diberikan. Demonstran menuntut agar gaji DPR dipotong signifikan dan anggaran DPR dialihkan untuk kepentingan publik, seperti subsidi pendidikan dan kesehatan.
  3. Reformasi DPR dengan transparansi dan akuntabilitas
    DPR dituntut untuk lebih transparan dalam menyusun anggaran serta akuntabel dalam penggunaan dana. Reformasi kelembagaan dianggap mendesak agar praktik korupsi dan pemborosan anggaran bisa ditekan.
  4. Keadilan bagi korban demo
    Kematian Affan Kurniawan menjadi titik balik dalam aksi ini. Demonstran menuntut investigasi independen dan transparan atas kasus tersebut, serta perlindungan hukum bagi seluruh peserta aksi yang ditangkap.
  5. Kebijakan pro-rakyat
    Selain menolak fasilitas DPR, massa juga menuntut agar DPR mengedepankan kebijakan yang benar-benar menyentuh rakyat kecil, seperti penurunan harga kebutuhan pokok, penciptaan lapangan kerja, serta jaminan pendidikan terjangkau.

Penjelasan Kericuhan Demo

Aksi yang pada awalnya berlangsung damai, lambat laun berubah menjadi kericuhan besar di berbagai kota. Berikut penjelasan lebih rinci:


Sorotan Media Internasional

Kericuhan demo Indonesia ini tidak hanya menjadi perhatian nasional, tetapi juga sorotan media global. Beberapa media internasional yang meliput peristiwa tersebut antara lain:


Analisis: Mengapa Protes Ini Meledak?

Ada beberapa faktor utama yang membuat protes ini berkembang begitu besar:

  1. Kesenjangan Sosial yang Tajam
    Ketika rakyat sulit memenuhi kebutuhan dasar, kebijakan DPR yang memberi fasilitas mewah memunculkan jurang lebar antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakili.
  2. Akumulasi Kekecewaan Publik
    Selama bertahun-tahun, publik menilai DPR sering lebih mementingkan kepentingan politik dan pribadi ketimbang kepentingan rakyat. Kasus tunjangan hanya menjadi pemicu terakhir dari akumulasi kekecewaan tersebut.
  3. Simbol Korban yang Kuat
    Kematian Affan Kurniawan memperkuat narasi perlawanan rakyat kecil. Simbol ini membuat masyarakat semakin solid melawan ketidakadilan.
  4. Peran Media Sosial
    Dokumentasi video dan foto di media sosial mempercepat penyebaran informasi dan menggerakkan massa. Tagar #DPRBebanRakyat dan #KeadilanUntukAffan sempat trending global, menunjukkan solidaritas luas.

Demonstrasi besar-besaran yang melanda Indonesia pada Agustus 2025 bukan hanya soal tunjangan rumah DPR, melainkan simbol kemarahan rakyat terhadap kesenjangan sosial, ketidakadilan ekonomi, dan lemahnya kepercayaan pada lembaga legislatif. Kericuhan yang terjadi menunjukkan kedalaman krisis politik, sementara sorotan media internasional menandai bahwa dunia juga memperhatikan pergolakan ini.

Ke depan, DPR harus melakukan refleksi serius. Tanpa perubahan nyata menuju transparansi, akuntabilitas, dan kebijakan pro-rakyat, gelombang kekecewaan bisa terus berlanjut.

2 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *